BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
MUHAMMAD
telah meninggalkan warisan rohani yang agung, yang telah menaungi dunia dan
memberi arah kepada kebudayaan dunia selama dalam beberapa abad yang lalu. Ia
akan terus demikian sampai Tuhan menyempurnakan cahayaNya ke seluruh dunia.
Warisan yang telah memberi pengaruh besar pada masa lampau itu, dan akan
demikian, bahkan lebih lagi pada masa yang akan datang, ialah karena ia telah
membawa agama yang benar dan meletakkan dasar kebudayaan satu-satunya yang akan
menjamin kebahagiaan dunia ini. Agama dan kebudayaan yang telah dibawa Muhammad
kepada umat manusia melalui wahyu Tuhan itu, sudah begitu berpadu sehingga
tidak dapat lagi terpisahkan.
Kalau pun
kebudayaan Islam ini didasarkan kepada metoda-metoda ilmu pengetahuan dan
kemampuan rasio, hal ini sama seperti yang menjadi pegangan kebudayaan Barat
masa kita sekarang, dan kalau pun sebagai agama Islam berpegang pada pemikiran
yang subyektif dan pada pemikiran metafisika namun hubungan antara
ketentuan-ketentuan agama dengan dasar kebudayaan itu erat sekali. Soalnya
ialah karena cara pemikiran yang metafisik dan perasaan yang subyektif di satu
pihak, dengan kaidah-kaidah logika dan kemampuan ilmu pengetahuan di pihak lain
oleh Islam dipersatukan dengan satu ikatan, yang mau tidak mau memang perlu
dicari sampai dapat ditemukan, untuk kemudian tetap menjadi orang Islam dengan
iman yang kuat pula. Dari segi ini kebudayaan Islam berbeda sekali dengan
kebudayaan Barat yang sekarang menguasai dunia, juga dalam melukiskan hidup dan
dasar yang menjadi landasannya berbeda. Perbedaan kedua kebudayaan ini, antara
yang satu dengan yang lain sebenarnya prinsip sekali, yang sampai menyebabkan
dasar keduanya itu satu sama lain saling bertolak belakang.
Sistem
ekonomi dasar kebudayaan Barat. Sebagai akibatnya, di Barat telah timbul pula
aliran-aliran yang hendak membuat segala yang ada di muka bumi ini tunduk
kepada kehidupan dunia ekonomi. Begitu juga tidak sedikit orang yang ingin
menempatkan sejarah umat manusia dari segi agamanya, seni, filsafat, cara
berpikir dan pengetahuannya dengan ukuran ekonomi. Pikiran ini tidak terbatas
hanya pada sejarah dan penulisannya, bahkan beberapa aliran filsafat Barat
telah pula membuat pola-pola etik atas dasar kemanfaatan materi ini semata-mata.
Sungguh pun aliran-aliran demikian ini dalam pemikirannya sudah begitu tinggi
dengan daya ciptanya yang besar sekali, namun perkembangan pikiran di Barat itu
telah membatasinya pada batas-batas keuntungan materi yang secara kolektif
dibuat oleh pola-pola etik itu secara keseluruhan. Dan dari segi pembahasan
ilmiah hal ini sudah merupakan suatu keharusan yang sangat mendesak.
Sebaliknya
mengenai masalah rohani, masalah spiritual, dalam pandangan kebudayaan Barat
ini adalah masalah pribadi semata, orang tidak perlu memberikan perhatian
bersama untuk itu. Oleh karenanya membiarkan masalah kepercayaan ini secara
bebas di Barat merupakan suatu hal yang diagungkan sekali, melebihi kebebasan
dalam soal etik. Sudah begitu rupa mereka mengagungkan masalah kebebasan etik
itu demi kebebasan ekonomi yang sudah sama sekali terikat oleh undang-undang.
Undang-undang ini akan dilaksanakan oleh tentara atau oleh negara dengan segala
kekuatan yang ada.
Kisah
kebudayaan Barat mencari kebahagiaan umat manusia
Kebudayaan yang hendak menjadikan kehidupan ekonomi sebagai dasarnya, dan
pola-pola etik didasarkan pula pada kehidupan ekonomi itu dengan tidak
menganggap penting arti kepercayaan dalam kehidupan umum, dalam merambah jalan
untuk umat manusia mencapai kebahagiaan seperti yang dicita-citakannya itu,
menurut hemat saya tidak akan mencapai tujuan. Bahkan tanggapan terhadap hidup
demikian ini sudah sepatutnya bila akan menjerumuskan umat manusia ke dalam
penderitaan berat seperti yang dialami dalam abad-abad belakangan ini. Sudah
seharusnya pula apabila segala pikiran dalam usaha mencegah perang dan
mengusahakan perdamaian dunia tidak banyak membawa arti dan hasilnya pun tidak
seberapa. Selama hubungan saya dengan saudara dasarnya adalah sekerat roti yang
saya makan atau yang saudara makan, kita berebut, bersaing dan bertengkar untuk
itu, masing-masing berpendirian atas dasar kekuatan hewaninya, maka akan selalu
kita masing-masing menunggu kesempatan baik untuk secara licik memperoleh
sekerat roti yang di tangan temannya itu. Masing-masing kita satu sama lain
akan selalu melihat teman itu sebagai lawan, bukan sebagai saudara. Dasar etik
yang tersembunyi dalam diri kita ini akan selalu bersifat hewani, sekali pun
masih tetap tersembunyi sampai pada waktunya nanti ia akan timbul. Yang selalu
akan menjadi pegangan dasar etik ini satu-satunya ialah keuntungan. Sementara
arti perikemanusiaan yang tinggi, prinsip-prinsip akhlak yang terpuji,
altruisma, cinta kasih dan persaudaraan akan jatuh tergelincir, dan
hampir-harnpir sudah tak dapat dipegang lagi.
Sebaliknya
paham sosialisme yang berpendapat bahwa perjuangan kelas yang harus disudahi
dengan kekuasaan berada di tangan kaum buruh, merupakan salah satu keharusan
alam. Selama persaingan dan perjuangan mengenai harta itu dijadikan pokok
kehidupan, selama pertentangan antar-kelas itu wajar, maka pertentangan
antar-bangsa juga wajar, dengan tujuan yang sama seperti pada perjuangan kelas.
Dari sinilah konsepsi nasionalisme itu, dengan sendirinya, memberi pengaruh
yang menentukan terhadap sistem ekonomi. Apabila perjuangan bangsa-bangsa untuk
menguasai harta itu wajar, apabila adanya penjajahan untuk itu wajar pula,
bagaimana mungkin perang dapat dicegah dan perdamaian di dunia dapat dijamin?
Pada menjelang akhir abad ke-20 ini kita telah dapat menyaksikan - dan masih
dapat kita saksikan - adanya bukti-bukti, bahwa perdamaian di muka bumi dengan
dasar kebudayaan yang semacam ini hanya dalam impian saja dapat dilaksanakan,
hanya dalam cita-cita yang manis bermadu, tetapi dalam kenyataannya tiada lebih
dari suatu fatamorgana yang kosong belaka
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka
dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut
1. Apa pengertian kebudayaan ?
2. Apa kebudayaan islam itu ?
3. Bagaimana perkembangan budaya islam
saat ini ?
C. TUJUAN
Setelah mendiskusikan tema ini, maka
kita dapa memperoleh beberapa tujuan sebagai berikut ;
1. dapat mengetahui pengertian
kebudayaan
2. dapat mengetahui sejarah
terbentuknya kebudayaan islam
3. dapat membedakan kebudayaan local
dengan kebudayaan islam
4. dapat mengambil keputusan mengenai
kebudayaan yang dapat kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari
D. MANFAAT
Dari tujuan di atas maka setealah
mendiskusikan kita dapat memperoleh mamfaat begitu besar seperti
1. dapat mengetahui pengertian
kebudayaan kemudian memberitahukan informasi kepada orang lain
2. dapat mengetahui sejarah
terbentuknya kebudayaan islam pada masa kejayaan islam
3. dapat membedakan kebudayaan local
dengan kebudayaan islam
4. dapat mengambil keputusan mengenai
kebudayaan yang dapat kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. KEBUDAYAAN
1. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat
2. Unsur-unsur kebuyaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai
komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat
untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya organisasi ekonomi. alat-alat
dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah
lembaga pendidikan utama) organisasi kekuatan (politik)
3. Wujud Kebudayaan
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan
menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk
kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang
sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini
terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu
dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam
karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan
sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul
dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat
tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling
konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud
kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain.
Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada
tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
4. Komponen Kebudayaan
Berdasarkan
wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat
yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah
temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah
liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup
barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian,
gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah
ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya
berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
5. Penetrasi budaya
Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya
pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat
terjadi dengan dua cara:
Penetrasi damai (penetration
pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan
jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan
kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya
khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak
mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat. Penyebaran
kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi,
atau Sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan
sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli.
Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara
kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan
sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan
yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda
dengan kebudayaan asli.
Penetrasi kekerasan (penetration
violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan
cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan
disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak
keseimbangan dalam masyaraka
B. KEBUDAYAAN ISLAM
SECARA umum arti kebudayaan yang
sebenarnya ialah suatu hasil daya pemikiran dan pemerahan tenaga lahir manusia,
ia adalah gabungan antara tenaga fikiran dengan tenaga lahir manusia ataupun
hasil daripada gabungan tenaga batin dan tenaga lahir manusia. Apa yang dimaksudkan
gabungan antara tenaga batin (daya pemikiran) dengan tenaga lahir ialah apa
yang difikirkan oleh manusia itu terus dibiat dan dilaksanakan. Apa yang
difikirkannya itu dilahirkan dalam bentuk sikap. Maka hasil daripada gabungan
inilah yang dikatakan kebudayaan.
Jadi kalau begitu, seluruh kemajuan
baik yang lahir ataupun yang batin walau dibidang apapun, dianggap kebudayaan.
Sebab hasil daripada dayapemikiran dan daya usaha tenaga lahir manusia akan
tercetuslah soal-soal politik, pendidikan, ekonomi, sastera dan seni,
pembangunan dan kemajuan-kemajuan lainnya.
Dan kalau begitu pengertian
kebudayaan maka agama-agama diluar Islam juga bisa dianggap kebudayaan. Ini
adalah karena agama-agama seperti Budha, Hindu, kristen (yang telah banyak
diubah-ubah) itulahir hasil dari pemikiran (ide-ide) manusia. Ia adalah ciptaan
akal manusia.
Sebaliknya agama Islam tidak bisa
dianggap kebudayaan sebab ia bukan hasil daripada pemikiran dan ciptaan
manusia, bukan hasil budi dan daya (tenaga lahir) manusia. Agama Islam adalah
sesuatu yang diwahyukan oleh Allah SWT.
Oleh sebab itu siapa yang mengatakan
bahwa agama Islam itu kebudayaan maka dia telah melakukan satu kesalahan yang
besar dan bisa jatuh murtad, karena dia telah mengatakan satu perkara mungkar,
yang tidak seyogyanya disebut. Oleh karena itu, hendaklah kita berhati-hati.
begitu banyak sekali ahli kebudayaan pada masa ini menyuarakan dengan lantang
bahwa Islam adalah kebudayaan dengan alasan bahwa ia adalah cara hidup atau
'way of life' . Agama islam adalah bukan kebudayaan, sebab ia bukan hasil
daripada tenaga fikiran dan tenaga lahir manusia.
Agama Islam adalah wahyu dari Allah
SWT yang disampaikan kepada Rasulullah SAW yang mengandung peraturan-peraturan
untuk jadi panduan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. tetapi
agama-agama diluar Islam memang kebudayaan, sebab agama-agama tersebut adalah
hasil ciptaan manusia daripada daya pemikiran mereka, daripada khayalan dan
angan-angan.
Namun begitu walaupun agama islam
itu bukan kebudayaan tetapi ia sangant mendorong (bahkan turut mengatur)
penganutnya berkebudayaan. Islam bukan kebudayaan tapi mendorong manusia
berkebudayaan. Islam mendorong berkebudayaan dalam berfikir, berekonomi,
berpolitik, bergaul, bermasyarakat, berpendidikan, menyusun rumah tangga dan
lain-lain. Jadi, sekali lagi dikatakan, agama Islam itu bukan kebudayaan, tapi
mendorong manusia berkebudayaan. Oleh karena itu seluruh kemajuan lahir dan
batin itu adalah kebudayaan maka dengan kata-kata lain, Islam mendorong umatnya
berkemajuan.
Agama Islam mendorong umatnya
berkebudayaan dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam bidang ibadah.
Contohnya dalam ibadah yang asas yaitu sembahyang. Dalam Al-Qur'an ada perintah
:
Terjemahnya : Dirikanlah sembahyang
(Al-Baqarah: 43)
Perintah itu bukan kebudayaan karena
ia adalah wahyu daripada Allah SWT. Tetapi apabila kita hendak melaksanakan
perintah "dirikanlah sembahyang" maka timbullah daya pemikiran kita,
bagaimana hendak bersembahyang, dimana tempat untuk melaksanakannya dan
lain-lain. Secara ringkas, kitapun bersembahyanglah setelah mengkaji Sunnah
Rasulullah yang menguraikan kehendak wahyu itu tadi. Firman Allah :
Terjemahnya:
Tiadalah Rasul itu berkata-kata melainkan wahyu yang diwahyukan padanya (An
Najm: 3-4)
Umpamanya kalau sembahyang berjemaah,
kita berbaris, dalam saf-saf yang lurus dan rapat. Jadi dalam kita melaksanakan
barisan saf yanglurus dan rapat itu adalah budaya, karena ia hasil usaha tenaga
lahir kita yang terdorong dari perintah wahyu.
Dan kalau dilihat dalam ajaran
Islam, kita dikehendaki bersembahyang di tempat yang bersih. Jadi perlu tempat
atau bangunan yang bersih bukan saja bersih dari najis tetapi bersih daripada
segala pemandangan yang bisa menganggu kekhusyukan kita pada saat kita
bersembahyang. Maka terpaksalah kita umat Islam menggunakan pikiran, memikirkan
perlunya tempat-tempat sembahyang yaitu mushalla, surau ataupun mesjid. Apabila
kita membangun surau atau mesjid hasil dari dorongan wahyu "Dirikanlah
sembahyang" itu maka lahirlah kemajuan, lahirlah kebudayaan.
Jadi agama Islam mendorong manusia
berkebudayaan dalam beribadah padahal ia didorong oleh perintah wahyu
"Dirikanlah sembahyang" yang bukan kebudayaan. Tapi karena hendak
mengamalkan tuntutan perintah wahyu ini, maka muncullah bangunan-bangunan mesjid
dan surau-surau yang beraneka bentuk dan didalamnya umat Islam sembahyang
berbaris dalam saf-saf yang lurus dan rapat. Ini semua merupakan kebudayaan
hasil tuntutan wahyu.
Begitu juga dengan kebudayaan dalam
bergaul dalam masyarakat dalam Al-Qur'an ada perintah:
Terjemahnya:
Hendaklah kamu bertolong bantu dalam berbuat kebajikan dan ketaqwaan. Dan
jangan kamu bertolong bantu dalam membuat dosa dan permusuhan (Al Maidah: 2)
Perintah ini bukan kebudayaan. Tapi
apabila kita hendak mengamalkan tuntutan dan kehendak perintah maka
terbentuklah kebudayaan. Dalam bermasyarakat dan bergaul serta bergotong royong
untuk membuat kebajikan dan kebaikan serta bergotong royong juga memberantas
perkara dosa dan persengketaan tentulah perlu menggunakan pikiran. Setelah
dipikirakan untuk bergotong royong di tengah-tengah masyarakat, tentulah kita
hendak melahirkan dalam bentuk tindakan dan sikap juga. maka terbentuklah
kebudayaan dalam masyarakat.
Demikian juga dalam Al-Qur'an ada larangan:
Terjemahnya:
Jangan kamu dekati zina(Al Isra': 32)
Larangan itu datang dari Allah SWT.
Ia adalah wahyu bukannya kebudayaan karena ia bukan ciptaan akal manusia. Tapi
apabila kita hendak mengamalkan tuntutan perintah ini maka terpaksa kita
menggunakan akal pikiran dan melaksanakannya dalam perbuatan dan sikap. Lalu
apa saja unsur dalam pergaulan yang bisa membawa kepada zina akan kita
pikirkan, dan fisik kita segera mengelakkannya, seperti bergaul bebas antara
lelaki dan perempuan, pandang-memandang dan pembukaan aurat, semuanya akan kita
hindari. Dengan itu nanti akan lahirlah budaya setelah dipikirkan dan
dilaksanakan dalam bentuk sikap dan perbuatan hasil daripada dorongan wahyu
"janganlah kamu dekati zina."
Seterusnya ada hadits yang berbunyi:
Terjemahnya:
Hendaklah kamu berniaga karena sembilan persen daripada rezeki itu adalah di
dalam perniagaan
Ini adalah perintah (dorongan)
daripada Rasulullah SAW yang hakikatnya daripada Allah juga, supaya umat Islam
berniaga. Atas dasar ini lahirlah fikiran dan perahan tenaga akal dan fisik
lainnya ke arah itu. Dengan itu lahirlah kebudayaan Islam dalam bidang
perniagaan. Labih kuat penghayatan terhadap hadits ini, lebih banyaklah
kebudayaan di bidang perniagaan yang dapt dicetuskan. Ini berarti umat Islam
akan semakin maju. Dalam perniagaan Allah melarang riba, tipu daya, suap dan
lan-lain. Ini adalah dasar-dasar kebudayaan Islam dalam bidang perniagaan.
Satu hadits lain berbunyi:
Terjemahnya:
Tidaklah percuma seorang Islam atau menenam tanaman, lalu dimakan daripadanya
oleh burung dan manusia atau binatang, bahkan mendapat pahala sedekah (Riwayat
Bukhari dan Muslim)
Hasil daripada dorongan hadits ini
akan lahirlah kebudayaan Islam di bidang pertanian. pikiran dan tenaga lahir
umat Islam diperah sungguh-sungguh untuk mengusahakan, memajukan dan
memodernkan teknik-teknik dan hasil pertanian. Hasilnya terbentuklah kebudayaan
Islam dibidang pertanian. jelaslah disini bahwa Islam bukanlah ajaran yang
beku. Ia menetapkan prinsip-prinsip asa dan mengatur beberapa peraturan
tertentu dan menyerahkannya sepenuhnya pada kebebasan akal dan tenaga manusia
untuk membina kemajuan di bidang pertanian.
Rasulullah SAW bersabda:
Terjemahnya:
Yang halal jelas dan yang haram pun jelas, dan diantara kedua-duanya adalah
kesamaran (syubhat), inilah yang bayak manusia tidak mengetahuinya, siapa yang
takut syubhat akan selamatlah agama dan kehormatannya dan siapa yang terjebak
di dlam syubhat dikhawatirkan terlibat dengan yang haram. (Riwarat Bukhari dan
muslim)
Dalam hadits yang lain Rasulullah
ada menyebut yang artinya : hati ditempa oleh makanan minum
Umat Islam yang sensitif terhadap
hadits ini akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengahsilkan barang makanan
yang bersih lagi suci di sisi syariat. Makanan mesti diproses secara Islam.
Dengan ini timbullah daya usaha ke arah melahirkan pabrik-pabrik yang memproses
makanan secara Islam, dimana penyediaan, pengemasan makanan dan penyimpanan
makanan yang suci dan dijamin halal dilakukan. Oleh karena itu, kebudayaan
Islam dibidang perusahaan dan perindustrian makanan akan timbul dengan sendirinya.
Kemajuan akan bangun dengan pesatnya. Jadi, kemajuan di bidang perindustiran
makanan sewajarnya telah lama wujud dalam masyarakt Islam jika mereka
benar-benar menghayati perintah Allah dan Rasul-Nya.
Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
Terjemahnya:
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka (dengan) kekuatn apa saja yang kamu
sanggupi daripada kuda-kuda yang ditambat untuk berpasang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain
mereka yang tidak kamu ketahui, sedangkan Allah mengetahuinya (Al Anfal: 60)
Ayat
Al-Qur'an ini adalah dorongan secara langsung daripada Allah supaya umat Islam
membangun kekuatan ketentaraan untuk tujuan mempertahankan agama, kedaulatan
negara dan bangsa. Jika umat Islam benar-benar memahami tuntutan ayat ini,
mereka akan muncul sebagai satu kuasa yang gagah dan tidak bisa
diperkotak-katikkan oleh musuh, karena disamping mempunyai kekuatan taqwa
mereka juga mempunyai kekuatan senjata.
Kita akan
jadi umat yang dapat melengkapkan diri dengan senjata modern yang sophisticated
dan modern. Dengannya umat Islam akan dapat mempertahankan diri dan dapat
menentang setiap gangguan dan penzaliman dari pihak komunis dan kapitalis
seperti yang terjadi hari ini. Tidak timbul soal negara-negara yang terpaksa
"minta sedekah" dan dapat dipermainkan oleh negara-negara penjual
senjata seperti apa yang terjadi di Timur Tengah pada saat ini. Inilah
keindahan Islam bukan saja dapat mendorong manusia berkebudayaan dalam bidang
kemasyarakatan atau perniagaan, malah Islam telah mendorong penganutnya
mempunyai kebudayaan dalam bidang ketentaraan.
Begitu
juga halnya dengan arahan-arahan lain dalam agama Islam ini, kalau dapat kita
laksanakan akan lahirlah kebudayaan dan kemajuan dalam kehidupan kita. Jadi
Islam itu mendorong orang berkebudayaan, Sebarang kehendak dalam ajaran Islam
apabila difikir dan dilaksanakan dengan tenaga lahir akan melahirkan kemajuan.
Kemajuan yang kita cetuskan hasil daripada dorongan agama Islam itulah yang
dikatakan kebudayaan.
Seandainya
satu bangsa itu berpikir dan bertindak dengan tenaga lahirnya sehingga
mencetuskan sesuatu yang tidak ditirunya dari mana-mana pihak, maka hasil
itulah yang dinamakan kebudayaan bangsa itu. Asalkan apa saja yang
dipikirkannya adalah tulen, tidak mengambil dari mana-mana pikiran
bangsa-bangsa lain dan apa-apa yang dicetuskannya itu tidak meniru apa yang
telah dibuat oleh orang lain, yaitu segala-galanya betul dari apa-apa yang
dihasilkan oleh bangsa itu sendiri, ia bisa dikatakan kebudayaan bangsa itu.
Tetapi
kalau satu bangsa itu memikirkan dan membuat sesuatu perkara yang sudah sedia
dibuat atau dipikirkan orang lain, maka bangsa itu adalah bangsa yang
berkebudayaan bangsa lain namanya. karena ia memikirkan sesuatu yang memang
telah dipikirkan oleh bangsa lain. Ini namanya bangsa yang berkebudayaan bangsa
lain bukan berkebudayaan sendiri.
Sebagai
contoh, umat Islam hari ini memakai pakaian yang terbuka seperti shirt, gaun
dan sebagainya. Ini adalah orang Islam yang berkebudayaan orang lain (Barat).
apa yang dilakukan ini bukan kebudayaan Islam, tetapi kebudayaan orang lain
yang diamalkan atau dilaksanakan oleh orang Islam. jadilah ia orang Islam yang
berkebudayaan orang lain. Artinya kalau kita meniru Jepang, maka jadilah kita
orang Islam yang berkebudayaan Jepang.
Tapi
jikalau orang Melayu umapamanya, mencetuskan sesuatu dan apa yang dipikirkan
dan dibuat itu tidak pernah terpikir atau dicetuskan oleh sembarang bangsa lain
di dunia ini, maka barulah apa yang dicetuskan itu dikatakan kebudayaan
bangsanya, kebudayaan Melayu.
Kenapa ia
bisa dikatakan sebagai kebudayaan Melayu? Sebab disudut pikiran, ia tidak
diambil dari mana-mana bangsa, dan apa yang difikirkan itu belum pernah
dicetuskan oleh sebarang pun diatas muka bumi ini. Sebagai contoh, katalah
silau pulut, yang mana orang Jepang, orang Amerika dan lain-lain tidak pernah
dibuat dan difikirkan.
Kalau
begitu tentulah terlalu banyak perkara yang telah dilakukan oleh masyarakat
Islam sejak ratusan tahun dulu, hingga zaman ini bukan dari kebudayaan Islam
tetapi dikaitkan dengan kebudayaan Islam. Contohnya ada patung-patung yang
pernah dibuat oleh orang-orang Islam ratusan tahun dahulu yang sudah dikaitkan
orang dengan kebudayaan Islam. Mana ada dalam ajaran Islam yang membenarkan
membuat patung? Itu sebenarnya adalah perbuatan orang Islam yang berkebudayaan
orang lain.
Perbuatan
seperti ini terjadi juga dalam urusan membuat mesjid. Contohnya dapat dilihat
pada mesjid Cordova Spanyol, yang tempat sembahyangnya dibuat sudah tidak
mengikut cara Islam. Ia disalut dengan emas. Ini tidak dibenarkan sama sekali
oleh ajaran Islam. Maka ini bukan kebudayaan Islam tetapi kebudayaan orang
Islam. Begitu juga dengan pancutan air untuk mengambil wudhuk yang keluar dari
mulut singa atau rusa, itu bukan daripada ajaran Islam. Itu adalah kebudayaan
orang Islam yang berkebudayaan orang lain.
Jadi apa
sebenarnya kebudayaan Islam? Umumnya suatu yang dicetuskan itu bersih dengan
ajaran Islam baik dalam bentuk pemikiran ataupun sudah berupa bentuk, sikap
atau perbuatan, dan ia didorong oleh perintah wahyu. Itulah yang benar-benar
dinamakan kebudayaan Islam.
Sebab itu
sembarang usaha lahir maupun batin yang bersih (tulen) yang dicetuskan oleh
umat Islam itu hasil dari dorongan ajaran Islam (wahyu) yang tidak bertentangan
dengan apa juga yang ada dalam ajaran Islam, maka barulah ia dinamakan
kebudayaan (tamadun) Islam.
Oleh
karena itu kalau kita tinjau, sebenarnya sangat sedikit kebudayaan Islam yang
dapat kita lihat hari ini. Apa muncul ditengah-tengah masyarakat Islam di
seluruh dunia sebenarnya adalah kemajuan dan kebudayaan hasil tajaan/ciptaan
orang lain yang kita tiru, bukan kebuadayaan Islam. Maka jadilah kita orang
Islam yang berkebudayaan orang lain.
Kesimpulannya,
jelaslah Islam bukan kebudayaan sebab ia bukan hasil ciptaan manusia. Walau
bagaimanapun agama Islam itu mendorong orang berkebudayaan. manakala
agama-agama di luar Islam memang kebudayaan sebab ia hasil kerja akal, khayalan
dan angan-angan manusia itu sendiri.
Justru itu,
jika ajaran agama Islam ini diamalkan seungguh-sungguh, umat Islam akan jadi
maju. Dan dengan kemajuan yang dihasilkan itu, lahirlah kebudayaan atau
tamadun. Makin banyak umat Islam mengamalkan hukum, semakin banyaklah kemajuan
dihasilkan dan seterusnya makin banyak lahirlah kebudayaan atau tamadun Islam
C. PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN ISLAM
Seperti
sudah kita lihat, keluhuran hidup Muhammad adalah hidup manusia yang sudah
begitu tinggi sejauh yang pernah dicapai oleh umat manusia. Hidup yang penuh
dengan teladan yang luhur dan indah bagi setiap insan yang sudah mendapat
bimbingan hati nurani, yang hendak berusaha mencapai kodrat manusia yang lebih
sempurna dengan jalan iman dan perbuatan yang baik. Dimana pulakah ada suatu
keagungan dan keluhuran dalam hidup seperti yang terdapat dalam diri Muhammad
ini, yang dalam hidup sebelum kerasulannya sudah menjadi suri teladan pula
sebagai lambang kejujuran, lambang harga diri dan tempat kepercayaan orang.
Demikian juga sesudah masa kerasulannya, hidupnya penuh pengorbanan, untuk
Allah, untuk kebenaran, dan untuk itu pula Allah telah mengutusnya. Suatu
pengorbanan yang sudah berkali-kali menghadapkan nyawanya kepada maut. Tetapi,
bujukan masyarakatnya sendiri pun - yang dalam gengsi dan keturunan ia
sederajat dengan mereka - yang baik dengan harta, kedudukan atau dengan
godaan-godaan lain -mereka tidak dapat merintanginya.
Kehidupan
insani yang begitu luhur dan cemerlang itu belum ada dalam kehidupan manusia
lain yang pernah mencapainya, keluhuran yang sudah meliputi segala segi
kehidupan. Apalagi yang kita lihat suatu kehidupan manusia yang sudah bersatu
dengan kehidupan alam semesta sejak dunia ini berkembang sampai akhir zaman,
berhubungan dengan Pencipta alam dengan segala karunia dan pengampunanNya.
Kalau tidak karena adanya kesungguhan dan kejujuran Muhammad menyampaikan
risalah Tuhan, niscaya kehidupan yang kita lihat ini lambat laun akan
menghilangkan apa yang telah diajarkannya itu.
Tetapi,
seribu tigaratus limapuluh tahun ini sudah lampau, namun amanat Tuhan yang
disampaikan Muhammad, masih tetap menjadi saksi kebenaran dan bimbingan hidup.
Untuk itu cukup satu saja kiranya kita kemukakan sebagai contoh, yaitu apa yang
diwahyukan Allah kepada Muhammad, bahwa dia adalah penutup para nabi dan para
rasul. Empat belas abad sudah lalu, tiada seorang juga sementara itu yang
mendakwakan diri bahwa dia seorang nabi atau rasul Tuhan lalu orang
mempercayainya. Sementara dalam abad-abad itu memang sudah lahir tokoh-tokoh di
dunia yang sudah mencapai kebesaran begitu tinggi dalam pelbagai bidang
kehidupan, namun anugerah sebagai kenabian dan kerasulan tidak sampai kepada
mereka. Sebelum Muhammad memang sudah ada para nabi dan rasul yang datang silih
berganti. Mereka semua sudah memberi peringatan kepada masyarakatnya masing-masing
bahwa mereka itu sesat, dan diajaknya mereka kepada agama yang benar. Namun
tiada seorang diantara mereka itu yang menyebutkan, bahwa dia diutus kepada
seluruh umat manusia, atau bahwa dia adalah penutup para nabi dan para rasul.
Sebaliknya Muhammad, ia mengatakan itu, dan sejarah pun sepanjang abad
membenarkan kata-katanya. Dan itu bukan suatu cerita yang dibuat-buat, tetapi
memang hendak memperkuat apa yang sudah ada, serta menjelaskan sesuatunya,
sebagai petunjuk dan rahmat bagi mereka yang beriman.
"Tuhan tidak akan memaksa seseorang di luar
kesanggupannya. Segala usaha baik yang dikerjakannya adalah untuk dirinya, dan
yang sebaliknya pun untuk dirinya pula. 'Ya Allah, jangan kami dianggap
bersalah, bila kami lupa atau keliru. Ya Allah, janganlah Kaupikulkan kepada
kami beban seperti yang pernah Kaupikulkan kepada mereka yang sebelum kami. Ya
Allah, jangan hendaknya Kaupikulkan kepada kami beban yang kiranya takkan
sanggup kami pikul. Beri maaflah kami, ampunilah kami dan berilah kami rahmat.
Engkau jugalah Pelindung kami terhadap mereka yang tiada beriman itu."
(Qur'an, 2: 286)
BAB
III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Kata
agama dan kebudayaan merupakan dua kata yang seringkali bertumpang tindih,
sehingga mengaburkan pamahaman kita terhadap keduanya. Banyak pandangan yang
menyatakan agama merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi tak sedikit pula yang
menyatakan kebudayaan merupakan hasil dari agama. Hal ini seringkali
membingungkan ketika kita harus meletakan agama (Islam) dalam konteks kehidupan
kita sehari-hari.
Koentjaraningrat
mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang
harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan
karyanya itu(i) . Koentjaraningrat juga menyatakan bahwa terdapat
unsur-unsur universal yang terdapat dalam semua kebudayaan yaitu, sistem
religi, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa,
kesenian, sistem mata pencaharian hidup, serta sistem teknologi dan
peralatan(ii).
Pandangan
di atas, menyatakan bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan. Dengan
demikian, agama (menurut pendapat di atas) merupakan gagasan dan karya manusia.
Bahkan lebih jauh Koentjaraningrat menyatakan bahwa unsur-unsur kebudayaan
tersebut dapat berubah dan agama merupakan unsur yang paling sukar untuk
berubah.
Ketika
Islam diterjemahkan sebagai agama (religi) berdasar pandangan di atas,
maka Islam merupakan hasil dari keseluruhan gagasan dan karya manusia.
Islam pun dapat pula berubah jika bersentuhan dengan peradaban lain dalam
sejarah. Islam lahir dalam sebuah kebudayaan dan berkembang (berubah) dalam
sejarah. Islam merupakan produk kebudayaan. Islam tidaklah datang dari langit,
ia berproses dalam sejarah
Pandangan
tersebut telah melahirkan pemahaman rancu terhadap Islam. Pembongkaran terhadap
sejarah Al-Qur’an, justifikasi terhadap ide-ide sekulerisme, dan desakan untuk
‘berdamai’ menjadi Islam Inklusif, merupakan produk dari kerancuan pemahaman
tersebut.
Agama yang
disebut dalam pandangan Kontjaraningrat di atas tentu tidak dapat dinisbatkan
kepada Islam. Pemaksaan untuk memasukan Islam dalam teori tersebut akan
menghasilkan pemahaman yang rancu. Islam seharusnya diberi kesempatan untuk
menafsirkan dirinya sendiri. Islam pun harus berikan keleluasaan untuk mendevinisikan
kebudayaan.
Buya Hamka
menyatakan bahwa kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa itu sedia telah ada
dalam jiwa manusia sendiri(iii). Hal itulah yang universal dalam diri
manusia, fitrah manusia. Manusia melihat alam yang megah dan berbagai fenomena
luar biasa, kemudian mencoba untuk menjelaskannya.
Dari
fitrah itulah menusia kemudian mencari tahu “siapa yang Maha Kuasa?”. Pencarian
manusia tersebut telah melahirkan banyak paham dan pandangan yang kemudian
dipercayai sebagai agama. Agama-agama semacam ini bukanlah agama yang
diturunkan Allah Swt kepada para nabinya, tetapi agama yang berasal dari akal
budi dan gagasan manusia. Agama semacam inilah yang tepat untuk dinisbatkan
kepada teori Kuntjaraningrat di atas.
Hanya
Islam yang sesuai dengan fitrah manusia. Buya Hamka menyatakan : Permulaan
perjalanan dinamakan fitrah. Akhir dari perjalanan dinamai Islam(iv).
Yang dimaksud dengan kalimat tersebut yaitu, bahwa fitrah manusia untuk
mencari Yang Maha Kuasa, akan tetapi manusia akhirnya menyerah karena akal
tidak cukup untuk memahaminya. Islam memberikan penjelasan apa yang tidak bisa
dijelaskan oleh akal. Itulah kenapa agama ini dinamakan Islam.
…maka
insaflah manusia akan kelemahan dirinya, dan insaf akan ke-Maha Besarnya yang
ada itu. Maka menyerahlah dia dengan segala rela hati. Penyerahan
yang demikian dalam bahasa Arab dinamakan Islam(v).
Lebih jauh
Syed Naquib Al-Attas menyatakan:
…Maka
dengan pengertian faham agama yang bernisbah kepada kebudayaan seperti yang
biasa difahamkan dalam pengalaman Kebudayaan Barat itu tiada pula dapat
dikenakan kepada agama Islam –berbeda dari yang lain yang sesungguhnya
merupakan keagamaan belaka, bukan hasil renungan atau teori,
bukan hasil agung dayacipta insan sebagaimana kebudayaan itu
hasil usaha dan dayaciptanya dalam tindakan menyesuaikan dirinya
menghadapi keadaan alam sekeliling. Islam adalah agama dalam erti kata yang
sebenarnya, iaitu agama yang ditanzilkan oleh Allah Yang Mahasuci lagi
Mahamurni dengan perantara wahyu menerusi PesuruhNya yang Terpilih, dan
dasar-dasar akidahnya dinyatakan dalam Kitab Suci Al-Qur’anu’l-Karim, dan
amalan-amalannya dicarakan dalam Sunnah NabiNya yang Agung itu. Dipandang
sebagai suatu peristiwa sejarah pun maka Islam itulah yang mengakibatkan
timbulnya kebudayaan Islam, dan bukan sebaliknya: bukanlah sesuatu
kebudayaan itu yang mengakibatkan timbulnya agama Islam(vi).
Sementara
Prof. Dr. Amer Al-Roubai menyatakan: Di Barat, agama adalah bagian dari
kebudayaan, sedangkan di Islam, budaya didefinisikan oleh agama, islam bukanlah
hasil dari produk budaya (seperti yang dituduhkan oleh Nasr Hamd Abu Zayd).
Islam justru membangun sebuah budaya, sebuah peradaban. Peradaban yang
berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Nabi tersebut dinamakan peradaban Islam. Peradaban Islam memiliki pandangan hidup (worldview)
yang berbeda dengan peradaban lain. Cara pandang hidup yang berbeda inilah yang
menghasilkan konsep-konsep yang berbeda pula. Oleh karena itu, merupakan hak
Islam untuk menggunakan pandangan hidupnya (dalam bahasa Al-Attas: ar-Ruyatul
al Islam li al-wujud) untuk memahami setiap keberadaan, termasuk
kebudayaan.
B. SARAN
Dengan
pemahaman di atas, kita dapat memulai untuk meletakan Islam dalam kehidupan
keseharian kita. Kita pun dapat membangun kebudayaan Islam dengan landasan
konsep yang berasal dari Islam pula.
Wallahu ‘alam bishawab
DAFTAR
PUSTAKA
Ilmu Budaya Dasar,
Catatan
Akhir:
i
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, PT. Gramedia,
Jakarta, 1974. hlm 19
ii
ibid. Hlm 12
iii
Hamka, Peladjaran Agama Islam, Bulan Bintang, Jakarta 1956. hlm 13.
iv
ibid. hlm 16
v
ibid.
vi
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, Institut
Antarbangsa Pemikiran dan Tamadun Islam (Istac), Kuala Lumpur, 2001. hlm 66
vii
Prof. Dr. Amer Al-Roubai, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam, Jurnal
ISLAMIA Thn I No 4, Januari –Maret 2005. hlm 21
Oleh:
Khoirurrijal dan Tri Shubhi A
http://www.ikhwan-global-locus.info/?module=rums&act=detail&id=27
wikipedia,